Kamis, 07 Agustus 2014

Pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia Terlalu Kaku , Nah lo....

Sejumlah kalangan menilai pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia terlalu kaku. Kondisi ini memicu banyak kendala di kalangan siswa untuk meningkatkan kemampuan mereka berbahasa Inggris.

Sejarah pengajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Indonesia terbentang lama sejak zaman kolonial Belanda.
Namun Bahasa Inggris baru resmi diajarkan sebagai bahasa asing di sekolah-sekolah Indonesia seiring dengan terbitnya keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1967.

Sejak saat itu, pengajaran Bahasa Inggris terus berkembang. Bahkan sejak tahun 2000-an Bahasa Inggris mulai diajarkan di jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Sempat juga diluncurkan Sekolah Rintisan Berbahasa Internasional (RSBI) sebelum dihapuskan keberadannya oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2013.

Meski sudah lama masuk dalam kurikulum pendidikan di tanah air, banyak pelajar mengaku masih kerap menghadapi permasalahan ketika mempelajari Bahasa Inggris.

“Pas lagi nulis kata, kadang-kadang hurufnya lupa apaan gitu. Misalnya ‘bicycle’ itu tulisannya suka lupa pakai ‘I’ atau pakai ‘Y’ gitu," demikian ujar seorang pelajar kepada Iffah Nur Arifah dari ABC International.

Yang lain mengatakan, “Cara bacanya, cara nulisnya ternyata beda. Kadang suka gak pede ngucapinnya takut salah. Kan orang Indonesia beda sama orang luar cara ngomongnya".

Ada juga yang mengatakan, "Sedikit-sedikit sih bisa kalau yang pendek-pendek gitu. Kalau kalimatnya gitu agak susah bacanya. Kalo ulangan pidato Bahasa Inggris, pasti salah satu susahnya itu kita tau tulisan katanya tapi buat nyebutinnya gak pede takut salah."

Menurut Kevin Dalton, warga Australia yang mengajar Bahasa Inggris di Indonesia sejak tahun 1990, pengakuan yang disampaikan sejumlah siswa tadi merupakan fenomena umum. Yakni, seputar tenses, article, kosa kata dan lain-lain.

Kevin yang kini Public Relation di Indonesia Australia Language Foundation (IALF), organisasi pelatihan Bahasa Inggris terkemuka yang didirikan oleh pemerintah Australia, mengatakan kunci untuk mengatasi kendala ini adalah dengan belajar setiap hari, tidak hanya di sekolah atau ruang kelas saja.

“Cara untuk mengatasi masalah terkait kosa kata, tenses dan lain-lainnya adalah dengan menggunakannya setiap hari," katanya. "Mereka harus belajar selama 15 – 30 menit setiap hari. Jadi tiap hari mereka harus belajar menulis, mendengarkan.”

Memulai bicara tidak harus sempurna

Kevin mengawali karir mengajar di Indonesia sebagai guru relawan dan sejak lebih dari 24 tahun terakhir ia bermukim di Bali.
Kevin yang juga bekerja pada proyek bantuan luar negeri dari pemerintah Australia – Ausaid yang membantu pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia melalui Radio KangGuru yang dioperasikan dari Bali. Lewat program ini Kevin mengunjungi banyak sekolah di Indonesia untuk mempromosikan pengajaran Bahasa Inggris.

Dari pengalamannya ini, Kevin menilai meski memiliki kemampuan dan semangat untuk memahami Bahasa Inggris yang luar biasa, kebanyakan pelajar sangat terbebani ketika belajar di sekolah.
"Salah satu masalah terbesar adalah mereka sangat tertekan. Mereka berpikir Bahasa Inggris mereka harus sempurna, dan seringkali enggan berbahasa Inggris sampai kemampuan mereka sangat baik," jelasnya.

"Mereka malu dan tidak mau ambil resiko untuk terlihat salah. Jadi mereka menarik diri dan itu bukan cara belajar Bahasa Inggris. Mereka harus bertekad dan bahagia ketika mempelajarinya dan tidak takut salah,” kata Kevin lagi.

Ia menambahkan fenomena yang sama juga terjadi di kalangan guru. Banyak guru yang malu mempraktekan Bahasa Inggrisnya di hadapan murid. Untuk lebih mendorong murid agar lebih pede, Kevim menyarankan agar guru dan murid berlatih bersama.
"Tidak semua memang, tapi ada beberapa guru yang tidak percaya diri dengan kemampuan Bahasa Inggris mereka, dan takut memuat kesalahan di depan murid," jelasnya.

"Menurut saya, baik guru maupun murid harus sadar, tidak apa-apa Bika bahasa Inggris mereka kurang benar atau masih salah. Karena itu mereka belajar bersama dan saling menolong. Daripada hanya belajar sendiri-sendiri,” ujar Kevin.

Kakunya metode pengajaran di sekolah juga diakui oleh pakar sosiolinguistik dari Universitas Gajah Mada, Kunjana Rahardi. Menurutnya di Indonesia Bahasa Inggris sebagai bahasa asing terlalu cepat diajarkan yakni sejak kelas 1 SD. Hal itu membuat pemahaman bahasa anak-anak kacau. Selain itu fokus pembelajaran bahasa juga tidak tepat.

“Sebab dari tidak bagusnya pengusaan Bahasa Inggris anak-anak sebab fokus dari pembelajaran belum pada kegiatan yang membuat mereka mampu menyampaikan gagasan atau ide mereka lebih berfokus pada dimensi struktur dari bahasa itu," jelasnya.
"Banyak pengajar yang masih sibuk mengoreksi bagaimana kesalahan kebahasaan mereka. Mereka bicara kemudian, ini keliru, ini salah, harus dibetulkan strukturnya. Kalau sejak dari awal mereka belajar tapi dikendalai struktur bahasa mereka akan tidak mampu memproduksi bahasa secara bebas,” kata Kunjana.

Klub Bahasa Inggris

Menyikapi hal ini, menurut Kunjana Rahardi, fokus pembelajaran Bahasa Inggris harus diubah menjadi lebih menyenangkan dan mendorong anak-anak mempraktekan bahasa itu secara lebih aktif. Salah satu langkah yang disarankan Kevin adalah dengan membentuk klub berbahasa Inggris.

“Banyak anak yang bilang, saya tidak punya uang untuk ikut klub Bahasa Inggris. Saya katakan, “anda tidak perlu uang, hanya cukup mencari orang mungkin di lingkungan rumah atau taman dimana saja dan bertemu setiap satu atau dua pekan sekali selama satu jam untuk melatih Bahasa Inggris."

"Tanpa harus merepotkan soal grammar hanya bersenang-senang menggunakan Bahasa Inggris dan saling bantu. Metodenya tidak harus selalu seperti di sekolah tetapi dengan pendekatan sosial yang lebih menarik misalnya mendengarkan musik, puisi, baca majalah. Lakukan kegiatan yang lebih beragam,” demikian Kevin Dalton.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar